RedZona BOLMUT – Praktik nepotisme yang diduga terjadi dalam rekrutmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) terus menuai kecaman keras dari berbagai elemen masyarakat. Dugaan ini bukan hanya mencoreng citra KPU, tetapi juga meruntuhkan fondasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang seharusnya netral dan jujur ini.
Bobi Masuara, pemerhati pemilu yang lantang bersuara, menyatakan bahwa dugaan nepotisme ini adalah sebuah skandal besar yang tak bisa dibiarkan begitu saja. “Ini adalah pukulan telak terhadap integritas KPU Bolmut. Begitu dugaan ini viral di media sosial, gelombang protes tak terhindarkan. Masyarakat yang marah dan kecewa segera bergerak melakukan aksi demonstrasi di depan kantor KPU,” ujar Bobi dengan nada geram.
Menurut Bobi, tindakan ini melanggar Pakta Integritas yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota KPU Bolmut. “Pakta Integritas itu bukan sekadar dokumen formalitas. Isinya adalah janji untuk menjalankan tugas dengan profesional, transparan, dan akuntabel, serta menjauhi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dan poin kedua dari pakta tersebut secara tegas melarang anggota KPU terlibat dalam perbuatan tercela, termasuk nepotisme. Jika ini dilanggar, maka mereka tidak layak duduk di posisi tersebut,” tegas Bobi.
Dia menambahkan, “Kami menuntut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk segera menyelidiki kasus ini dengan serius. Jika terbukti ada nepotisme, maka langkah tegas harus diambil. Jangan sampai rakyat merasa dikhianati oleh lembaga yang seharusnya menjaga demokrasi kita.”
Ketua KPU Bolmut, Jamaludin Djuka, berusaha meredam situasi dengan menyangkal tuduhan tersebut. “Saya ingin menegaskan bahwa tidak ada satupun anggota keluarga saya, khususnya yang bermarga Djuka, yang lolos dalam rekrutmen PPS ini,” katanya dengan nada tegas, berusaha meyakinkan publik bahwa proses seleksi sudah dilakukan dengan adil dan tanpa intervensi pribadi.
Namun, bantahan ini tidak serta merta meredakan kecurigaan publik. Masyarakat Bolmut sudah telanjur kehilangan kepercayaan, merasa bahwa penyangkalan tersebut hanya upaya untuk menutupi kenyataan yang ada.
Aktivis anti-korupsi juga angkat bicara. “Nepotisme dalam institusi penyelenggara pemilu adalah racun bagi demokrasi. Jika ini dibiarkan, maka kita memberi sinyal bahwa pelanggaran semacam ini dapat diterima. DKPP harus bertindak cepat dan tegas. Jika tidak, maka rakyat akan mengambil tindakan sendiri,” ujar salah satu aktivis yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini mengundang perhatian media nasional, membuat sorotan terhadap KPU Bolmut semakin tajam. Kejadian ini menjadi pengingat betapa rapuhnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan betapa pentingnya menjaga integritas dan transparansi dalam setiap langkah.
Dengan tekanan yang terus meningkat, DKPP diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk menyelidiki dan menyelesaikan kasus ini. Hanya dengan tindakan tegas dan transparan, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu bisa dipulihkan dan demokrasi dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Masyarakat Bolmut, dan Indonesia pada umumnya, menanti dengan cemas hasil investigasi ini. Mereka berharap keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga pemilu dapat berlangsung dengan jujur, adil, dan tanpa noda nepotisme.