RedZona Banjarmasin – Tokoh pers nasional Dahlan Iskan menyatakan kesiapannya untuk dicalonkan sebagai Ketua Dewan Pers periode 2025–2028, asalkan tidak ada kandidat lain yang lebih memenuhi syarat.
“Sepanjang tidak ada calon, saya bersedia dicalonkan sebagai Ketua Dewan Pers,” ujar Dahlan Iskan dalam Summit Nasional Media Massa yang berlangsung di Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (8/2/2025).
Namun, mantan Menteri BUMN ini menegaskan bahwa menjabat sebagai Ketua Dewan Pers bukanlah tugas yang mudah. Seorang Ketua Dewan Pers harus dihormati dan dianggap sebagai tokoh (langitan), bukan sekadar memiliki pengalaman di dunia pers.
“Saya ini punya pesantren, seperti seorang kiai, dan punya media. Tapi kapasitas itu tidak cukup. Calon Ketua Dewan Pers harus seorang intelektual,” tegasnya.
Syarat Ketua Dewan Pers Menurut Dahlan Iskan
Dahlan menjelaskan bahwa sekadar menjadi intelektual pun tidak cukup. Seorang Ketua Dewan Pers juga harus memiliki kebijaksanaan, empati sosial, serta integritas tinggi untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
“Herannya, saat ini seseorang yang bergelar doktor atau S2 sudah merasa berhak menjadi Ketua Dewan Pers. Itu belum cukup untuk menjaga martabat dan marwah jabatan ini,” katanya.
Dahlan juga mengenang pemilihan Ketua Dewan Pers pertama di Indonesia, di mana saat itu ia memilih untuk tidak mencalonkan diri karena merasa belum mencapai tingkat “langitan”.
“Tapi misalnya nanti Pak Komarudin Hidayat mencalonkan diri, saya akan mendukungnya sepenuhnya. Jika beliau tidak bersedia, maka saya siap dicalonkan. Ini hanya klarifikasi dari apa yang disampaikan peserta,” ujar Dahlan, disambut tepuk tangan panjang dari para hadirin.
HPN 2025 dan Perubahan Media Massa
HPN 2025 di Banjarmasin dihadiri oleh 30 Ketua PWI se-Indonesia serta ratusan peserta yang memberikan dukungan penuh kepada Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, yang akan menjabat hingga 2028.
Dalam acara tersebut, Ketua Dewan Pers saat ini, Dr. Ninik Rahayu, tidak tampak hadir. Masa jabatannya memang akan segera berakhir pada awal 2025.
Pada kesempatan itu, Dahlan Iskan juga menyoroti perubahan besar dalam dunia media massa, khususnya akibat pengaruh media sosial (medsos) yang membuat wartawan tidak lagi bisa menulis panjang.
“Penyakit media sosial ini membuat masyarakat enggan membaca tulisan panjang. Sekarang, semua ingin membaca yang pendek-pendek,” ujarnya.
Summit Nasional Media Massa yang mengusung tema “Media Massa Menjawab Tantangan Disrupsi Teknologi dan Rangkaian Perubahan Besar yang Mengikutinya”, dibuka oleh Plh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammad Syarifuddin.
Acara ini juga dihadiri oleh Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat, Anton Charlian, serta para pengurus PWI Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia, dan Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI).
Tantangan dan Peluang Media di Era Digital
Dahlan Iskan menyoroti pergeseran paradigma dalam jurnalistik. Dulu, doktrin wartawan adalah “apa kepentingan umum dari tulisan ini?” Namun, kini berubah menjadi “apa manfaat tulisan ini bagi saya secara pribadi?”
“Jika tulisan tidak berkaitan langsung dengan kepentingan pribadi pembaca, maka mereka tidak akan membacanya,” jelasnya.
Dahlan juga menyoroti tantangan keuangan perusahaan media di tengah pemangkasan anggaran pemerintah dan dominasi platform digital.
“HPN 2025 ini harus menjadi momentum untuk membahas bagaimana media bisa mendapatkan pendapatan dari platform digital,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Dr. Suprapto Sastro Atmojo, Ketua Komite Publisher Rights, mengatakan bahwa pihaknya siap menjadi mediator antara perusahaan pers dan platform digital untuk memastikan kerja sama yang saling menguntungkan.
Sementara itu, Content Director WIR Group, Primo Rizky, menegaskan bahwa kehadiran Artificial Intelligence (AI) tidak akan menghapus profesi wartawan, tetapi justru menjadi alat bantu untuk meningkatkan efisiensi kerja.
“AI bukan ancaman, tapi solusi. Teknologi hadir untuk membantu manusia, bukan menggantikan perannya,” ujarnya.
Manajer Online Banjarmasin Post, M. Royan Naimi, menambahkan bahwa media harus mampu beradaptasi dengan teknologi agar tetap relevan.
“Media cetak boleh turun, tapi media sebagai institusi tidak boleh hilang. Tantangan ke depan adalah bagaimana menjadikan AI sebagai teman untuk bertransformasi,” pungkasnya.